
oleh : Danu Dwi Atmoko
Film ini berkisah tentang berbagai macam kesalahan diagnosa termasuk didalamnya berbagai macam malpraktek yang dilakukan oleh seorang psikiater yang bernama dr. Finch (diperankan oleh Brian Cox). Namun sebagai alur utamanya, film ini bercerita tentang kehidupan salah seorang pasien dr. Finch yakni Deirdre Borroughs ( diperankan oleh Annette Bening ). Film ini mengambil setting pada tahun 1972. Cerita pada film ini diawali dengan Deirdre Borroughs yang mempunyai hobi menulis puisi dan berobsesi agar puisinya diterbitkan pada salah satu majalah terkemuka di kotanya “ The New Yorker “ . Ia mempunyai seorang anak yang sangat mengaguminya dan mendukung semua obsesi ibunya. Anak tersebut bernama Augusteen Borroughs ( diperankan oleh Jack Keeding ). Ia juga mempunyai seorang suami bernama Normann Borroughs ( diperankan oleh Alec Baldwin ). Namun sayangnya obsesinya tak pernah kesampaian .
Enam tahun berselang (setting pada tahun 1978), Augusteen tumbuh menjadi seorang remaja ( diperankan oleh Joseph Cross ). Deidre B. masih saja berobsesi karyanya diterbitkan pada salah satu majalah terkenal. Karena obsesinya itulah keharmonisan hubungan keluarganya menjadi terganggu, terutama hubungan dengan suaminya. Puncaknya ketika mereka bertengkar hebat, Deirdre menganggap suaminya tak pernah mendukung bakatnya menjadi penulis puisi. Akhirnya Deirdre putuskan untuk berkonsultasi dengan seorang psikiater bernama dr. finch untuk menyelesaikan masalah keluarga mereka, karena ia mengira bahwa suaminya akan membunuhnya.
Sejak saat itulah penyimpangan-penyimpangan atau malpraktek yang dilakukan oleh dr. Finch dimulai. Malpraktek yang pertama kali dilakukan oleh dr. finch Nampak sekali ketika ia mendiagnosis suami Dierdre seorang pecandu alkohol, mempunyai keinginan bunuh diri, dan merupakan ancaman bagi istri, anak, serta dirinya sendiri , tanpa melalui tahap pemeriksaan psikologis yang sesuai prosedur. Selain itu secara tersirat ,maupun tersurat ia juga menyuruh agar Dierdre bercerai dengan suaminya agar bakat menulis puisi Deirdre - saya cenderung menganggap hal ini sebagi ambisi & obsesi – dapat tersalurkan.
Setelah berpisah dengan suaminya, Deirdre bersama dengan Augusten kembali melanjutkan berkonsultasi dengan dr. Finch. Namun kali ini mereka berkonsultasi di kediaman dokter Finch - belakangan diketahui bahwa dokter finch tak mampu membayar sewa kantor -, ketika pertama kali melihat kediaman dokter finch, Augusteen seakan tak percaya bahwa itu adalah rumah seorang dokter ahli jiwa ( psikiater ). Rumah dokter finch nampak sangat kotor dan tak terawat, penuh dengan sampah berserakan -sangat menggambarkan perilaku dan sifat orang yang tinggal didalamnya-, baik di luar dan maupun di dalam rumah. Anggota keluarga dr.Finch adalah : istri dr. finch yang bernama Agnes Fich ( diperankan oleh Jill ClayBurgh ), Anak perempuan pertama dr. Finch yang bernama Hope Finch ( diperankan oleh Gwyneifl Paltrow ), anak Perempuan kedua dr. Finch, Natalie Finch ( diperankan oleh Evan Rachel Wood ) dan satu lagi anak angkat laki-laki dr. Finch yang bernama Neil Bookman ( diperankan oleh Joseph Flennes) namun ia tidak tinggal bersama dengan dr. Finch.
Setelah berkonsultasi, dokter kembali membuat diagnose yang sungguh aneh. Dia menyuruh Deirdre untuk sementara waktu mengungsi/menginap di losmen, karena kata dokter finch, diduga suami Deirdre akan membunuhnya. Sedangkan Augusteen untuk sementara tinggal dengan dokter finch. Di rumah dokter Finch banyak hal-hal aneh yang terjadi, seperti Agnes yang memakan biscuit anjing sebagai camilan, Hope yang selalu berkata bahwa seolah ia bisa berbicara dengan binatang dan berkomunikasi dengan tuhan. Natalie yang berpakaian ala Gothic. Setelah beberapa minggu tinggal di rumah dokter finch. Augusteen bertemu dengan ibunya, ternyata ada hal tak terduga terjadi. Augusteen memergoki ibunya sedang bermesraan dengan teman wanitanya sesama jenis. Tidak hanya sampai disitu saja, Augusteen juga diberitahu ibunya bahwa ia telah diadopsi oleh dokter Finch.
Mengetahui hal tersebut, Augusteen menjadi shock, hubungannya dengan Bookman yang sebelumnya hanya sekedar teman menjadi lebih -sebelumnya telah dikatakan bahwa bookman dan Augusteen sama-sama homoseks- dari sekedar teman. Dr. Finch yang mengetahui hal tersebut bukanya mengajak supaya kembali ke jalan yang normal, malah membiarkanya yanpa alas an yang jelas. Belum lagi ketika Augusteen menolak sekolah, dr. Finch malah menyuruhnya untuk melakukan percobaan bunuh diri agar dr. Finch dapat merekomendasikan Augusteen “gila”, lalu akhirnya diijinkan untuk tidak bersekolah.
Kegilaan-kegilaan –menurut saya pribadi-, yang dilakukan oleh dokter finch masih belum usai. Ia sering memberikan obat-obatn penenang tanpa dosis yang tepat, bahkan obat sampel pabrikpun ia berikan kepada pasienya ( Deirdre dan Augusteen ). Di lain kesempatan Deirdre lagi-lagi berkosultasi dengan dokter finch ia bercerita bahwa saat itu sedang mengalami banyak tekanan, ditambah lagi ia baru berpisah dengan teman wanitanya. Namun alih-alih mendapat feedback atau masukan yang positif, Deirdre justru malah dikenalkan dengan wanita lain yang siap menjadi teman wanitanya lagi, parahnya Deirdre juga mau-mau saja tanpa sadar apa yang terjadi.
Kejadian paling nyleneh dan tidak bisa diterima oleh akal sehat yang dilakukan oleh dokter finch ialah pada suatu pagi ia berteriak-teriak membangunkan seisi rumah untuk memberitahukan bahwa kotoran pagi sang dokter, ujung gulunganya muncul dari permukaan air kloset, yang menurut dr. Finch “keadaan melihat keatas, kotoran menunjuk ke surgea, ke Tuhan!” hal ini berarti situasi keuangan dr. Finch yang selama ini morat-marit akan berubah. Dr. finch juga berkata bahwa kotoranya adalah komunikasi langsung dari Tuhan.
Lama-kelamaan kondisi Deirdre kian hari kian parah, jauh lebih parah ketika sebelum ditangani oleh dokter Finch. Dengan dosis pemberia obat penenang yang tanpa control, Deirdre sering mengalami halusinasi dan pandanganya sering kosong. Kelakuanya pun menjadi layaknya seorang penderita scizhophrenia. Deirdre mejadi suka memakan roti isi pasta gigi dan melakukan kelakuan-kelakuan aneh lainnya. Puncaknya ketika Deirdre dipaksa masuk RS ( tidak diketahui RS jiwa ataukah Umum ) oleh dokter Finch yang menilai kelakuannya sudah amat parah sehingga perlu dibawa ke RS.
Tak sia-sia Deirdre masuk RS, setelah ia keluar semuanya menjadi lebih baik. Ia sudah seperti normal kembali, setidaknya ia sudah tidak berhubungan dengan sesama jenis lagi, dan menyadari bahwa selama ini dr. Finch hanya mengambil uang darinya. Augusteen juga telah berpisah dengan pasangan homonya yakni Bookman yang pergi entah kemana. Oleh sebab itu ia memutuskan untuk pergi ke New York memulai hidup baru, kehidupan yang normal seprti orang lain kebanyakan, meninggalkan ibunya yang sudah semakin membaik.
Dr. Finch akhirnya dicabut izin prakteknya setelah diputuskan bersalah atas penipuan asuransi. Dia meninggal tahun 2000. Agnes keluar dari rumah Dr. Finch dan bekerja sebagai perawat. Natalie lulus kuliah dengan gelar sarjana Psikologi. Hope terus bekerja untuk ayahnya hingga mati. Normann Borroughs kembali menjalin hubungan dengan Augussteen dan menikah lagi dengan wanita lain. Deirdre tinggal sendiri dan tetap menulis puisi, karyanya diterbitkan di sejumlah majalah kecil. Augusteen tinggal di New York, ia menulis buku.
Kajian film menurut kode etik Psikologi
Jika dilihat dari sisi kode etik psikologi Indonesia tindakan yang dilakukan oleh dokter Finch dapat dikategorikan sebagai tindakan malpraktek. Dari awal pertemuan Deirdre dengan dokter Finch sudah terlihat malpraktek yang dilakukan oleh dokter tersebut, seperti ketika dengan cepat dokter memutuskan bahwa suami Dierdre seorang pecandu alkohol, mempunyai keinginan bunuh diri, dan merupakan ancaman bagi istri, anak, serta dirinya sendiri , tanpa melalui tahap pemeriksaan psikologis yang sesuai prosedur. Hal tersebut sungguh tak dapat dibenarkan, apalagi yang melakukan adalah Psikiater dan menyangkut masa depan sebuah keluarga.
Penyimpangan yang lain yakni ketika dokter finch mengadopsi pasiennya, baik Neil Bookman ataupun Augusteen Borroughs sendiri. Seharusnya antara konselor dengan klienya tidak boleh ada hubungan apalagi jika dikemudian hari konselor hanya memanfaatkan sang klien dengan mengambil keuntungan baik secara materiil maupun non-materiil. Kelakuan dokter Finch telah melanggar batasan-batasan ( kode etik ) tersebut dengan memanfaatkan uang asuransi dan uang dari kliennya untuk memperkaya dirinya sendiri. Hal ini juga sudah termasuk ke dalam hambatan bersikap professionalisme yang bersifat subjektif.
Profesionalitas dari dokter finch sendiri juga perlu dipertanyakan, hal ini terkait dengan kompetensi, sikap dan penampilan yang ia miliki. Dalam hal kompetensi, dokter finch terlihat sangat meragukan. Hal tersebut terlihat ketika ia menyarankan Augusteen untuk melakukan percobaan bunuh diri. Bukankah seorang psikiater yang mempunyai kompetensi tinggi tidak akan menyarankan hal tersebut pada klienya, seberat apapun masalah yang dihadapinya. Dalam kesempatan yang lain, dokter finch juga tidak berusaha mencegah perilaku homoseks ( lesbi dan Gay ), baik yang dilakukan oleh Dierdre dengan fren dan Auguteen dengan Bookman. Seorang psikiater yang professional tentu akan menolong klienya, bukan malah menjerumuskannya. Untuk sikap dan penampilan, dokter finch sungguk tak layak disebut sebagai seorang psikiater yang professional, bagaimana tidak? Rumahnya yang berantakan dan tak tertata rapi, sampah berserakan dimana-mana, kita bisa bayangkan sendiri bagaimana proses assessment yang dilakukan dalam kondisi tempat seperti.
Dalam memberiakn obat penenang kepada pasiennya sendiri dokter finch tak pernah mempunyai pedoman-pedoman tertentu. Tak jarang pasien yang sebenarnya tidak butuh obat penenang malah diberi obat dengan jumlah dosis yang besar. Seperti yang sering dilakukan pada Deirdre, sesekali Augusteen juga diperlakukan seperti demikian. Agaknya dokter finch tidak memperhitungkan bagaimana efek yang akan terjadi pada klien. Lagi-lagi masalah profesionalime terutama soal wawasan menjadi yang utama dalam kasus malpraktek yang dilaukan oleh dokter finch ini.
Hal gila yang paling tidak bisa diterima oleh akal sehat yang dilakukan oleh dokter finch ialah pada suatu pagi ia berteriak-teriak membangunkan seisi rumah untuk memberitahukan bahwa kotoran pagi sang dokter, ujung gulunganya muncul dari permukaan air kloset, yang menurut dr. Finch “keadaan melihat keatas, kotoran menunjuk ke surga, ke Tuhan!” hal ini berarti situasi keuangan dr. Finch yang selama ini morat-marit akan berubah. Dr. finch juga berkata bahwa kotoranya adalah komunikasi langsung dari Tuhan. Tanggapan atas hal ini adalah, seharusnya sebagai seorang psikiater, dokter Finch harusnya menghindari hal-hal yang berbau mistis dan di luar akal manusia. Hal ini menjadi penting karena tugas psikiater selalu berhubungan dengan orang-orang. Apabila semua hal yang dikeluhkan oleh klien dihubungkan dengan hal-hal mistis maka bukan kesembuhan yang akan didapat oleh klien, melainkan justru bertambah parahnya penyakit sang klien.
Kisah “ Running With Scissors” ini membuat kita bercermin pada diri sendiri bahwa untuk menjadi seorang Psikiater atau psikolog bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena menuntut profesionalisme yang tinggi serta butuh ketaatan dan pengorbanan untuk mematuhi batas-batas atau kode etik yang mengatur segala tindak-tanduk kita sebagai seorang calon psikolog.
0 comments:
Post a Comment